Kamis, 27 Desember 2007

Sejarah yang hilang

Pada sebuah pertemuan di Direktur Ketenagaan Dikti, aku bertemu dengan seorang dosen yang mengajar di sebuah Universitas kristen di Jakarta yang sama-sama mendapat bantuan Penyelesaiaan pendidikan luar negeri (beasiswa tugas akhir) bermarga sitorus, ,dengan bahasa mandailing ia akrab menyapaku, kujawab dengan bahasa Indonesia, sambil meminta maaf karena aku tak pandai berbahas daerah walau aku tinggal di Medan.


ada perasaan minder karena takmampu berbahasa daerah mandailing atau batak, pada pak sitorus yang menyebutku opung doli (opung=kakek dan doli=muda) ku ceritakan riwayat ini padanya...




"aku Lahir di sebuah daerah pinggiran di utara kota Medan tepatnya Kecamatan Pancurbatu tanggal 13 April 1976, orang tua ku memanggilku Muhammad Rizal hasibuan lahir dari pasangan Siti Djasiah dengan (Alm) Drs Abdurrozak Hasibuan bin Abdul Latif Hasibuan bin Sulaiman Tambusai seorang mubti (pemuka agama) di kerajaan Kualuh (Labuhan Bantu),

Hanya sampai disitu aku mengenal leluhurku,, menurut cerita Sulaiman tambusai (yang bermarga Hasibuan) sampai di kerajaan kualuh karena orantuanya (pada abad ke 18), melarikan diri setelah kalah perang ketika Belanda menyerang Rao (sebuah daerah di Padang) menangkap Tuan Imam Bonjol.

Dan sampai saat ini kami keturunan Sulaiman Tambusai juga belum mengetahui mengapa leluhur kami tersebut berada di tambusai, padahal menurut asal muasal marga hasibuan berasal di Sibuhuan sebuah kota kecil di Mandailing tepatnya di Sidempuan (sebelum di mekarkan)
lahir dan besar di Medan, walu pun hanya dipinggir kota, membuat ku tak pandai berbahasa mandailing, malah mahir menggunkan bahasa jawa dan karo (sebuah etnis batak) karena terdapat banyak di lingkungan tempat tinggal kami

Dan sampai saat ini pula kami belum mengerti mengapa ada saudara Hasibuan (yang Non Muslim) yang bersal dari Utara (toba)"



kepada pak sitorus saudara ku se adat,,, dan saudaraku orang batak,, serta saudarku yang lain, saya mintakan bantunya untuk memberikan saran atau pengetahuan asal- muasal marga hasibuan......

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Horas Ampara (baca : appara) (Note : Sebutan Batak Untuk Orang yang semarga atau sekumpulan marga)

Saya Parlindungan, kebetulan juga bermarga Hasibuan. kebetulan Non Muslim dan Kebetulan lagi dari Utara (Toba). Saya mau membagi informasi mengenai Sejarah Marga Hasibuan, yang mayoritas saya peroleh dari mendiang Bapak Saya. (St. I.M. Hasibuan)

Dari sejarah Marga Hasibuan yang saya peroleh dari Bapak saya,Silsilah Marga Hasibuan, mulai dari Si Raja Batak sampai keturunannya yang pertama adalah sbb :

Si Raja Batak (Orang Batak I) memiliki tiga orang anak. Yaitu : 1. Guru Tatea Bulan, 2. Raja ISumbaon dan 3. Toga Laut.

Anak Si Raja Batak nomor 2, yaitu Raja Isumbaon, juga memiliki tiga orang anak, yaitu : 1. Tuan Sori Mangaraja, 2. Raja Asi-asi dan 3. Sangkar Somalidang.

Anak Raja Isumbaon yang pertama, yaitu Tuan Sori Mangaraja, juga memiliki 3 orang anak. Tdd : 1. Tuan Sorba Dijulu, 2. Tuan Sorba Dijae dan 3. Tuan Sorba Dibanua.

Tuan Sorba Dibanua memiliki 8 orang anak (Mayoritas Marga Batak saat ini bersumber dari Tuan Sorba Dibanua ) yaitu :
1. Sibagot Ni Pohan, 2. Sipaet Tua, 3. Silahi Sabungan, 4. Si Raja Oloan, 5. Si Raja Huta Lima, 6. Toga Sumba, 7. Toga Sobu dan 8. Toga Naipospos.

Anak ke 7 dari Tuan Sorba Dibanua, yaitu Toga Sobu, memiliki 2 orang Anak. Yaitu : 1. Raja Tinandang (Sitompul) dan 2. Raja Hasibuan. (Dari silsilah ini, kita harus memanggil Haha Doli/Abang ke semua Marga Sitompul).

Si Raja Hasibuan memiliki 5 Orang anak yaitu : 1. Raja Marjalo. 2. Guru Mangaloksa, 3. Guru Hinobaan, 4. Raja Marjalang dan 5. Guru Maniti.

Si Raja Hasibuan berdomisili di Sigaol. Sebuah kampung di tepi Danau Toba. Masuk dari Porsea ke sebelah kanan menyusuri Sungai Asahan. Sigaol merupakan kampung yang dihuni mayoritas Marga Manurung. Konon, karena sengketa kepemilikan Ogung (Gong) yang terbuat dari Emas, Marga Manurung mengusir Marga Hasibuan Dari Sigaol. Anak Si Raja Hasibuan yang pertama, yaitu Raja Marjalo lari ke Lumban Bao (Sebuah Desa Di Janji Matogu), Anak ke-2, Guru Mangaloksa lari ke Silindung (Tarutung) dan menetap disana serta menjadi leluhur dari marga-marga Si Opat Pusoran (Hutagalung, Hutabarat, Tobing, Panggabean, Hutapea Tarutung, dan Simorangkir). Karena silsilah inilah, semua yang marga yang masuk kedalam kumpulan Marga Si Opat Pusoran Memanggil Ompung, ke semua orang yang bermarga Hasibuan.

Anak ke-3, yaitu Guru Hinobaan, Lari ke Sibuhuan. Anak ke-4. Raja Marjalang, Lari ke Asahan. dan Anak ke-5. Guru Maniti lari ke Sipirok.

Dari 5 anak Si Raja Hasibuan, hanya 2 yang tetap di Toba, dan dari 2 yang menetap di Toba, tinggal 1 yang tetap memakai marga Hasibuan (Raja Marjalo). Tiga anak dari Si Raja Hasibuan lari ke daerah yang sudah memeluk agama Islam dan menjadi pemeluk Agama Islam. Hal ini yang membuat mayoritas orang yang bermarga Hasibuan adalah Islam. Namun sebenarnya, asal dari Marga Hasibuan, adalah dari Sigaol.

Informasi inilah yang bisa saya bagikan untuk Ampara. Semoga bisa bermanfaat.

Horas.

Anonim mengatakan...

Horas,

Leluhur saya, Ompung dan Bapak, berasal dari Sigaol. Orangtua saya (RG Manurung/Ompung Rintar) lahir di Sigaol. Saya tertarik dengan 'cerita' mengenai sengketa kepemilikan gong emas.

Apakah ada versi lengkap mengenai kisah tersebut?

Salam

Charles P Manurung